Tuduhan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, terhadap praktik perdagangan China di KTT G7 baru-baru ini telah memicu respons tegas dari Beijing. Von der Leyen menuduh China melakukan distorsi perdagangan global melalui kelebihan kapasitas industri dan subsidi yang berlebihan. Pernyataan ini langsung dibantah keras oleh Pemerintah China.
China menegaskan bahwa kebijakan subsidinya transparan dan sesuai aturan WTO. Mereka menekankan peran inovasi, rantai pasokan yang kuat, dan sumber daya manusia sebagai kunci kesuksesan industri domestik, bukan hanya subsidi.
Bantahan China atas Tuduhan Distorsi Perdagangan
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyampaikan bantahan resmi terhadap pernyataan Von der Leyen. Ia menyatakan ketidakpuasan yang kuat atas tuduhan yang dianggapnya tidak berdasar dan bias.
Guo Jiakun menekankan bahwa pertumbuhan industri China didorong oleh inovasi dan persaingan pasar yang sehat, bukan hanya subsidi. Ia menyebut klaim kelebihan kapasitas sebagai dalih proteksionisme negara-negara yang takut akan persaingan.
Sebagai pembanding, Guo Jiakun menyinggung kebijakan industri Uni Eropa yang juga memberikan subsidi besar-besaran kepada perusahaan-perusahaan Eropa. Ia menyebut Eropa sendiri secara terbuka menyerukan ‘preferensi Eropa’, menunjukkan adanya standar ganda.
Ancaman Pembatasan Ekspor Tanah Jarang dan Dominasi Pasar Global
Von der Leyen juga menyoroti kekhawatiran atas potensi pembatasan penjualan tanah jarang oleh China. China menguasai sebagian besar pasokan global mineral penting ini, yang krusial untuk teknologi mutakhir.
Menanggapi hal ini, Guo Jiakun menjelaskan bahwa langkah-langkah pengendalian ekspor yang dilakukan China sesuai dengan praktik internasional dan tidak menargetkan negara tertentu. China, kata dia, telah memproses sejumlah aplikasi lisensi ekspor sesuai peraturan.
Lebih lanjut, Von der Leyen menilai China sebagai negara yang tidak mau tunduk pada aturan sistem internasional. Ia juga menyoroti praktik pengurangan perlindungan hak kekayaan intelektual dan subsidi besar-besaran yang dilakukan China untuk mendominasi manufaktur global.
Persepsi yang Berbeda dan Jalan Menuju Kerja Sama yang Konstruktif
Perbedaan persepsi antara China dan Uni Eropa mengenai praktik perdagangan menjadi jelas. China memandang tuduhan tersebut sebagai upaya untuk menghambat perkembangannya.
Sementara itu, Uni Eropa melihat praktik perdagangan China sebagai ancaman terhadap sistem perdagangan global yang adil dan berbasis aturan. Persaingan ekonomi yang ketat antara kedua kekuatan ekonomi dunia ini perlu dikelola dengan bijak.
Meskipun adanya perbedaan pandangan, China tetap menyatakan komitmennya untuk menjaga hubungan baik dengan Uni Eropa. Mereka menawarkan peluang pasar yang besar bagi perusahaan-perusahaan Eropa, namun tetap menolak upaya yang merugikan hak pembangunan China.
Ke depan, dibutuhkan dialog dan kerja sama yang lebih konstruktif untuk mengatasi perbedaan dan membangun sistem perdagangan global yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak. Saling pengertian dan penghormatan terhadap kepentingan masing-masing akan menjadi kunci keberhasilannya.
Pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh kedua belah pihak, baik dari China maupun Uni Eropa, menunjukkan betapa kompleksnya hubungan ekonomi global saat ini. Tantangannya terletak pada bagaimana menyeimbangkan kepentingan nasional dengan prinsip-prinsip kerja sama internasional.