Fariz RM, musisi Indonesia, kembali berurusan dengan hukum terkait kasus narkoba. Kuasa hukumnya, Fariz RM Griffinly Mewoh, menegaskan kliennya mengakui penggunaan narkoba, namun membantah tuduhan sebagai pengedar. Mereka berharap majelis hakim mempertimbangkan hal ini.
Griffinly Mewoh menekankan bahwa Fariz RM lebih tepat disebut sebagai korban daripada pengedar. Pernyataan ini disampaikan usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 19 Februari 2025. Pihaknya berfokus pada pembuktian bahwa kliennya hanya pengguna, bukan bagian dari jaringan peredaran.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Fariz RM melanggar hukum dengan menawarkan, membeli, menerima, menjadi perantara, dan menyerahkan narkotika jenis sabu dan ganja. Dakwaan ini didasarkan pada Pasal 114 ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya cukup berat.
Sidang menghadirkan saksi-saksi yang memberikan keterangan terkait keterlibatan Fariz RM dalam penggunaan atau peredaran narkotika. Keterangan saksi-saksi diharapkan dapat memperjelas posisi Fariz RM sebagai pengguna, bukan pengedar. Proses persidangan diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan keadilan.
Kronologi Kasus dan Dakwaan
JPU mendakwa Fariz RM dengan pasal pengedar narkotika. Selain itu, Fariz RM juga didakwa karena diduga memiliki dan menyimpan sabu tanpa izin, yang diatur dalam Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika. Ini menunjukkan seriusnya tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Kasus ini merupakan yang keempat kalinya Fariz RM berurusan dengan hukum terkait dugaan kepemilikan dan peredaran narkotika. Penangkapan terakhir terjadi pada Februari 2025 di Bandung, Jawa Barat, dengan barang bukti sabu dan ganja. Riwayat kasus sebelumnya perlu dikaji untuk melihat pola dan konteks keterlibatan Fariz RM.
Analisis Kasus dan Pertimbangan Hukum
Perbedaan antara pengguna dan pengedar merupakan poin krusial dalam kasus ini. Penggunaan narkoba merupakan masalah kesehatan dan memerlukan rehabilitasi, sedangkan pengedaran narkoba merupakan kejahatan yang serius. Perbedaan ini menentukan jenis hukuman dan program pemulihan yang tepat.
Proses hukum sebelumnya yang dihadapi Fariz RM perlu diteliti untuk memahami konteks keterlibatannya dalam kasus-kasus narkoba. Apakah ada pola yang menunjukkan kecenderungan pengedaran, atau apakah kasus-kasus tersebut hanya terkait penggunaan pribadi? Hal ini penting untuk mempertimbangkan hukuman yang adil dan efektif.
Pihak kuasa hukum berargumen bahwa Fariz RM merupakan korban dari peredaran narkoba. Mereka berusaha membuktikan bahwa kliennya hanya pengguna dan tidak terlibat dalam kegiatan pengedaran. Bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan akan menjadi penentu dalam menentukan vonis hakim.
Dampak dan Implikasi Kasus
Kasus Fariz RM ini kembali menyoroti masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya upaya pencegahan dan rehabilitasi bagi pengguna narkoba, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pengedar. Perlu ada keseimbangan antara hukuman dan pemulihan.
Publik perlu memahami perbedaan antara pengguna dan pengedar narkoba, dan penting untuk memberikan dukungan terhadap program rehabilitasi bagi pengguna agar mereka dapat pulih dan kembali ke masyarakat. Kasus Fariz RM diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Sidang selanjutnya akan menentukan nasib Fariz RM. Putusan hakim akan memberikan dampak signifikan, baik bagi Fariz RM sendiri maupun bagi upaya pemberantasan narkoba di Indonesia. Publik menantikan proses persidangan yang adil dan transparan.