Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau baru-baru ini merilis hasil penilaian keterbukaan informasi legislasi daerah di Riau. Hasilnya mengejutkan, menunjukkan minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan daerah (Perda).
FITRA Riau menilai keterbukaan informasi legislasi daerah masih sangat rendah. Hal ini memprihatinkan karena partisipasi publik sangat penting dalam memastikan Perda yang dihasilkan benar-benar mewakili aspirasi masyarakat dan berkeadilan.
Penilaian Keterbukaan Informasi Legislasi Daerah
FITRA Riau melakukan penilaian terhadap keterbukaan sistem informasi legislasi di DPRD Provinsi Riau dan DPRD kabupaten/kota. Penilaian ini didasarkan pada beberapa kriteria penting.
Kriteria Penilaian
Kriteria penilaian meliputi aksesibilitas informasi legislasi melalui website resmi DPRD, tersedianya sarana komunikasi audio visual, adanya sarana pengaduan online, dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Proses legislasi, mulai dari perencanaan hingga publikasi dokumen Perda, juga menjadi pertimbangan penting.
Yang tak kalah penting adalah partisipasi publik yang bermakna. Ini meliputi kesempatan masyarakat untuk memberikan masukan secara online melalui Sistem Informasi Legislasi Daerah (Silegda) dan partisipasi aktif dalam tahap-tahap proses pembuatan Perda.
Hasil Penilaian
Berdasarkan kriteria tersebut, DPRD Bengkalis dan Pelalawan mendapat nilai tertinggi, masing-masing 0,37 dan 0,43. Sementara itu, DPRD Provinsi Riau mendapat nilai 0,20, DPRD Siak 0,22. Nilai lainnya cukup rendah, menunjukkan masih banyak ruang perbaikan dalam keterbukaan informasi legislasi di sebagian besar daerah di Riau.
DPRD Kampar dan Inhil masing-masing mendapat nilai 0,19. Kemudian DPRD Meranti 0,16, DPRD Dumai dan Rohil masing-masing 0,15, DPRD Rohul 0,14, DPRD Inhu 0,06, Pekanbaru dan Kuansing mendapat nilai 0,00. Rendahnya nilai ini menunjukkan masih minimnya akses dan partisipasi publik dalam proses legislasi.
Rekomendasi FITRA Riau
Menyikapi hasil penilaian tersebut, FITRA Riau memberikan beberapa rekomendasi penting kepada DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda) di Riau.
FITRA Riau merekomendasikan agar DPRD aktif mengembangkan dan mengelola website legislasi yang terintegrasi dengan kanal aspirasi publik. Selain itu, perlu disusun dan dijalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan legislasi secara terbuka dan transparan.
Pemda juga didorong untuk mendukung penguatan sistem informasi legislasi melalui kebijakan dan alokasi anggaran yang memadai. Penting juga untuk menambahkan fitur aksesibilitas digital, seperti teks alternatif, pembaca layar, dan subtitle video, untuk memastikan inklusivitas.
Terakhir, FITRA Riau mendorong advokasi keterbukaan informasi dan pelibatan masyarakat secara bermakna dalam proses legislasi, termasuk pelatihan bagi komunitas perempuan dan penyandang disabilitas untuk meningkatkan partisipasi mereka.
Tantangan dan Harapan
Rendahnya keterbukaan informasi legislasi di Riau mencerminkan tantangan besar dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan partisipatif. Partisipasi publik yang minim dapat berdampak pada kualitas Perda yang dihasilkan, karena aspirasi masyarakat tidak terakomodir secara optimal.
FITRA Riau berharap agar rekomendasi yang diberikan dapat ditindaklanjuti dengan serius oleh DPRD dan Pemda. Keterbukaan informasi dan partisipasi publik yang bermakna merupakan kunci penting dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel di Riau.
Dengan peningkatan keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat, diharapkan kualitas legislasi di Riau dapat meningkat, dan Perda yang dihasilkan dapat lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Tercatat ada sekitar 15 Ranperda tahun 2025, dengan 5 Perda di antaranya terkait prioritas pemantauan partisipasi kelompok rentan. Hal ini menunjukan pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawasi dan memberikan masukan pada proses legislasi.
Koordinator FITRA Riau, Tarmizi, menekankan pentingnya melibatkan masyarakat sejak tahap awal perencanaan Perda, bukan hanya setelah Perda disahkan. Hal ini akan memastikan Perda yang dihasilkan benar-benar pro-rakyat.
Partisipasi publik yang efektif juga membutuhkan edukasi dan literasi kepada masyarakat terkait proses legislasi dan bagaimana cara mereka dapat memberikan kontribusi yang berarti. Pemda perlu berperan aktif dalam hal ini.