Presiden Prabowo Subianto kembali menekankan pentingnya pengembangan industri nasional, khususnya sektor otomotif. Beliau menyoroti perlunya fleksibilitas dalam aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk meningkatkan daya saing produk otomotif Indonesia di pasar global. Aturan TKDN yang terlalu kaku, menurut Prabowo, justru dapat menghambat perkembangan industri dalam negeri.
Prabowo berpendapat bahwa penekanan pada TKDN yang bersifat memaksa dapat mengakibatkan produk otomotif Indonesia kehilangan daya saingnya terhadap produk impor. Sebagai alternatif, beliau menyarankan penggunaan skema insentif untuk mendorong penggunaan komponen lokal. Hal ini dinilai lebih efektif dan mendorong pertumbuhan industri komponen dalam negeri secara organik.
TKDN dan Industri Otomotif Indonesia
TKDN, atau Tingkat Komponen Dalam Negeri, mengukur persentase komponen lokal yang digunakan dalam suatu produk. Dalam konteks industri otomotif, TKDN menjadi salah satu parameter penting dalam kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemandirian teknologi. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2023, yang merevisi Perpres Nomor 55 Tahun 2019, mengatur persyaratan TKDN untuk kendaraan listrik secara bertahap.
Aturan TKDN ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, implementasinya perlu dikaji ulang agar tidak kontraproduktif. Regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat investasi asing dan mengurangi daya saing produk lokal. Sehingga, keseimbangan antara mendorong industri dalam negeri dan menjaga daya saing global perlu dipertimbangkan.
Persyaratan TKDN untuk Kendaraan Listrik
Berikut rincian persyaratan TKDN untuk kendaraan listrik berdasarkan jenis dan tahun produksi, seperti yang tertuang dalam Perpres tersebut:
- Kendaraan Listrik Roda Dua atau Tiga:
- 2019–2026: minimal 40%
- 2027–2029: minimal 60%
- 2030 dan seterusnya: minimal 80%
- Kendaraan Listrik Roda Empat atau Lebih:
- 2019–2021: minimal 35%
- 2022–2026: minimal 40%
- 2027–2029: minimal 60%
- 2030 ke atas: minimal 80%
Penting untuk dicatat bahwa regulasi ini tidak berlaku untuk kendaraan hasil konversi dari bengkel resmi. Kendaraan yang dimodifikasi dari mesin konvensional menjadi listrik tidak diwajibkan memenuhi standar TKDN tersebut.
Tantangan dan Solusi
Perkembangan industri otomotif global menunjukkan tren positif pada kendaraan listrik. Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor ini, namun perlu strategi yang tepat untuk memanfaatkan peluang tersebut. Banyak produsen asing, terutama dari Tiongkok, masih mengimpor kendaraan Completely Built-Up (CBU). Meskipun beberapa telah beralih ke sistem Completely Knocked Down (CKD), persyaratan TKDN yang tinggi seringkali menjadi kendala.
Belum semua komponen kendaraan listrik dapat diproduksi dalam negeri dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Ini menjadi tantangan yang perlu diatasi melalui kerjasama antara pemerintah, industri, dan lembaga riset. Pengembangan inovasi teknologi dan peningkatan kapasitas produksi komponen lokal menjadi kunci untuk mencapai target TKDN.
Menanggapi tantangan ini, Prabowo menginstruksikan peninjauan ulang kebijakan TKDN. Tujuannya adalah menciptakan regulasi yang lebih fleksibel dan realistis, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri. Selain itu, perlunya pemberian insentif, seperti keringanan pajak atau subsidi, untuk menarik investasi dan mendorong pertumbuhan industri komponen lokal.
Kesimpulan
Kebijakan TKDN penting untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif dalam negeri. Namun, penting untuk menyeimbangkan antara peningkatan TKDN dan daya saing global. Fleksibilitas regulasi dan pemberian insentif strategis dapat menjadi solusi untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah perlu terus berkolaborasi dengan industri untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pengembangan industri otomotif nasional yang berdaya saing.
Ke depannya, pemerintah perlu mempertimbangkan strategi jangka panjang untuk pengembangan industri komponen lokal. Hal ini dapat meliputi investasi dalam riset dan pengembangan teknologi, pelatihan sumber daya manusia, dan kemudahan akses pembiayaan. Dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, Indonesia dapat memaksimalkan potensi industri otomotifnya dan bersaing di pasar global.
Selain itu, transparansi dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi industri dan pelaku usaha, sangat penting dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan TKDN. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih efektif dan tepat sasaran.