Komisi V DPR RI akan memanggil Badan SAR Nasional (Basarnas) untuk membahas evakuasi Juliana Marins, turis Brasil yang meninggal dunia di Gunung Rinjani, NTB. Juliana jatuh ke jurang sedalam ratusan meter dan sempat bertahan hidup sebelum akhirnya ditemukan meninggal. Proses evakuasi yang memakan waktu berhari-hari menjadi sorotan utama.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, mengungkapkan tujuan pemanggilan Basarnas adalah untuk mengklarifikasi lambatnya proses evakuasi. Penyelidikan akan fokus pada berbagai faktor potensial yang menyebabkan keterlambatan tersebut.
Sorotan Senayan: Mengapa Evakuasi Juliana Marins Terlambat?
Syaiful Huda menjabarkan beberapa kemungkinan penyebab keterlambatan evakuasi. Ia akan menanyakan apakah ada kendala dalam pengambilan keputusan, keterbatasan sumber daya manusia atau peralatan, atau kondisi cuaca buruk dan medan yang sulit.
Anggaran Basarnas yang terbatas, sekitar Rp 1,01 triliun, juga akan menjadi bagian dari penyelidikan. Komisi V ingin memastikan apakah keterbatasan dana turut memengaruhi kecepatan dan efisiensi operasi penyelamatan.
Tim SAR Berjuang Maksimal, Namun Respons Publik Tetap Wajar
Meskipun mengakui upaya maksimal tim SAR, Syaiful Huda memahami kekecewaan publik, khususnya warga Brasil. Juliana ditemukan meninggal dunia setelah jatuh ke jurang pada Sabtu (21/6) dan baru ditemukan pada Selasa (24/6).
Pemerintah menyatakan upaya penyelamatan telah dilakukan secara maksimal sejak laporan awal diterima. Namun, kesulitan medan dan kabut tebal menghambat proses pencarian awal. Kondisi korban yang masih relatif baik setelah jatuh semakin memperkuat sentimen publik.
Syaiful Huda menilai wajar jika publik, khususnya netizen Brasil, kecewa mengingat kondisi Juliana yang masih baik setelah jatuh. Proses evakuasi yang lebih cepat berpotensi meningkatkan peluang keselamatan Juliana.
Kemampuan SAR Indonesia di Mata Internasional
Syaiful Huda menekankan pentingnya Badan SAR yang handal sebagai indikator kesigapan suatu negara melindungi warganya. Di negara maju, Badan SAR seringkali menjadi tolok ukur kemampuan negara dalam merespon keadaan darurat.
Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, menyatakan kejadian serupa tidak boleh terulang. Meskipun medan di Gunung Rinjani diakui sulit, negara harus mampu mengatasi kendala tersebut dan memastikan keselamatan warga negara dan wisatawan.
Adian Napitupulu menambahkan bahwa negara harus mampu mengatasi kendala geografis dan cuaca. Tidak ada alasan bagi negara untuk tidak mampu melakukan evakuasi yang cepat dan efektif, meskipun tantangannya besar.
Kendala Cuaca dan Medan yang Menantang
Evakuasi jenazah Juliana dilakukan oleh tim gabungan Basarnas, BPBD, TNI, dan Polri pada pukul 13.51 Wita. Namun, cuaca buruk sempat menghambat proses evakuasi dengan helikopter.
Kondisi mendung dan hujan ringan di wilayah Sembalun membuat helikopter Basarnas kesulitan mencapai lokasi jatuhnya Juliana. Kepala Balai TNGR, Yarman Wasur, mengkonfirmasi hal ini. Juliana ditemukan meninggal di jurang sedalam 600 meter.
Kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan Badan SAR Indonesia, khususnya dalam menghadapi medan yang sulit dan kondisi cuaca ekstrem di daerah pegunungan.
Peristiwa ini menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur evakuasi di daerah terpencil dan pegunungan. Peningkatan peralatan, pelatihan, dan koordinasi antar instansi terkait menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Kejadian ini juga mengungkap pentingnya kesiapsiagaan menghadapi tantangan geografis dan cuaca di Indonesia.