China melontarkan kecaman keras terhadap Kelompok Tujuh Negara Industri Utama (G7) menyusul pernyataan resmi mereka pasca-pertemuan puncak di Kanada. Kementerian Luar Negeri China menilai G7 telah memanipulasi isu-isu terkait China, menganggap pernyataan tersebut sebagai campur tangan dalam urusan domestik dan pelanggaran norma internasional.
Pertemuan G7 yang berlangsung di Kanada pada 15-17 Juni 2024 dihadiri oleh tujuh negara anggotanya: Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Pernyataan resmi G7 yang menjadi pusat kontroversi ini mencakup berbagai poin kritik terhadap kebijakan dan tindakan China.
Tuduhan G7: Distorsi Pasar dan Aktivitas di Laut China
Dalam pernyataan resminya, G7 mendesak China untuk menahan diri dari praktik distorsi pasar dan kelebihan kapasitas produksi yang dinilai merugikan negara lain. Mereka juga menyoroti pentingnya China berkontribusi dalam mengatasi tantangan global dan mempromosikan perdamaian serta keamanan internasional.
Kekhawatiran G7 juga tertuju pada aktivitas China di Laut China Timur dan Selatan, yang dianggap menimbulkan ketidakstabilan. G7 menekankan pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, sebuah poin yang memicu respons keras dari China.
Respon Keras China: Intervensi dan Pelanggaran Norma Internasional
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa G7 telah mengeluarkan pernyataan yang tidak bertanggung jawab mengenai Taiwan, Laut China Selatan, dan Laut China Timur. China menolak tuduhan distorsi pasar dan kelebihan kapasitas yang dilontarkan G7.
Guo menegaskan bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk campur tangan dalam urusan internal China dan pelanggaran prinsip dasar hubungan internasional. China telah melayangkan protes keras kepada negara-negara G7 terkait pernyataan tersebut.
Lebih lanjut, Guo menekankan bahwa kegiatan separatis yang menginginkan kemerdekaan Taiwan dan campur tangan kekuatan eksternal lah yang menjadi ancaman utama bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, bukan China.
Seruan China: Hormati Prinsip Satu China dan Hentikan Proteksionisme
China mendesak G7 untuk menghormati prinsip Satu China, menentang keras upaya kemerdekaan Taiwan, dan mendukung penyatuan kembali China. Guo juga meminta G7 agar tidak memanfaatkan isu maritim untuk memprovokasi perselisihan antar negara di kawasan tersebut.
Menurut Guo, situasi di Laut China Timur dan Selatan relatif stabil. Ia mendorong G7 untuk menghargai upaya bersama negara-negara kawasan dalam menyelesaikan masalah melalui dialog dan konsultasi, sekaligus menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.
China membantah tuduhan distorsi pasar dan kelebihan kapasitas yang dilontarkan oleh Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, selama KTT G7. Guo menyebut tuduhan tersebut sebagai pembenaran bagi praktik proteksionis perdagangan G7 dan upaya untuk menghambat kemajuan industri China.
China kembali mendesak G7 untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan bias ideologis, berhenti mencampuri urusan internal China, serta menghindari tindakan yang dapat meningkatkan konflik dan konfrontasi. Mereka menyerukan G7 untuk bertindak sesuai kepentingan masyarakat internasional.
Pertemuan puncak G7 di Kanada juga dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara, termasuk Presiden AS Donald Trump, dan membahas berbagai isu termasuk kerjasama ekonomi dan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Pernyataan keras China terhadap G7 mencerminkan ketegangan yang terus meningkat antara Beijing dan negara-negara Barat. Respons ini menunjukkan betapa sensitifnya isu kedaulatan dan integritas teritorial bagi China, khususnya terkait Taiwan dan perselisihan maritim di kawasan tersebut. Ke depan, perlu dilihat bagaimana G7 merespon kecaman China dan apakah hal ini akan semakin memperburuk hubungan bilateral antara kedua belah pihak.