Pernahkah Anda merasa terbebani oleh sesuatu yang tak terlihat, seolah menghambat langkah Anda? Itu mungkin beban emosional, akumulasi trauma atau pengalaman negatif masa lalu yang tersimpan dalam diri.
Beban ini bukan hanya masalah pikiran, tetapi juga memengaruhi respons fisik tubuh.
Artikel ini akan mengupas cara melepaskan beban emosional dan mengatasi ketegangan yang menyertainya.
Memahami Emosi yang Terperangkap
Istilah “emosi terperangkap” sering dikaitkan dengan sensasi fisik akibat pemrosesan trauma. Meskipun belum ada bukti ilmiah yang menyatakan emosi secara literal “tersimpan” di tubuh, gejala stres traumatis memang bermanifestasi secara fisik.
Otak sering menghubungkan area tubuh tertentu dengan memori, bahkan secara bawah sadar. Sentuhan pada area tersebut bisa memicu reaktivasi memori dan emosi terkait, menurut Mark Olson dari Pacific Center for Awareness and Bodywork.
Ini menunjukkan kuatnya koneksi pikiran-tubuh. Rekonstruksi pola terkait peristiwa traumatis oleh otak dapat memicu sensasi fisik.
Teori lain, seperti yang dikemukakan Bradley Nelson dalam “The Emotion Code”, mengatakan getaran emosi terperangkap dapat menyebabkan getaran jaringan sekitarnya pada frekuensi yang sama, menciptakan penumpukan energi. Teori ini perlu penelitian lebih lanjut.
Bagaimana Emosi Terperangkap?
Penelitian koneksi pikiran-tubuh sejak 1990-an mendukung pengaruh kesehatan mental dan emosional terhadap kondisi fisik.
Rasa takut, misalnya, memicu respons “lawan-lari-beku” (fight-flight-freeze). Menurut Nelson, kita menghasilkan getaran emosional, merasakan emosi dan sensasi fisik terkait, lalu memproses emosi tersebut.
Gangguan proses pemrosesan dapat menyebabkan energi emosi “terperangkap”, menimbulkan ketegangan otot, nyeri, atau penyakit.
Terapis pikiran-tubuh, Kelly Vincent, menyamakan emosi terperangkap dengan membawa ransel berat. Beban ini mempengaruhi suasana hati, menguras energi, bahkan merusak jaringan tubuh.
Emosi negatif yang tertekan dapat memicu kebencian, pengambilan keputusan buruk, sabotase diri, reaksi berlebihan, peningkatan stres dan kecemasan, depresi, hingga kelelahan.
Trauma dan Emosi Terperangkap
Trauma, baik perpisahan, penyakit, kehilangan, kekerasan, atau diskriminasi, dapat memengaruhi pemrosesan memori.
Otak mungkin mengkodekan memori traumatis sebagai gambar atau sensasi tubuh. Ketika terpicu, hal ini dapat menyebabkan disosiasi atau kilas balik, mengganggu pemulihan alami otak.
Trauma yang tak terproses dapat berdampak jangka panjang, seperti PTSD (Gangguan Stres Pasca-Trauma).
Penelitian menunjukkan penderita PTSD memiliki hipokampus yang lebih kecil, dan stres berkepanjangan dapat merusak area otak ini, membuat tubuh tetap hiper-waspada.
Lokasi ketegangan fisik akibat emosi bervariasi. Studi di Finlandia (2013) menunjukkan kemarahan, ketakutan, dan kecemasan meningkatkan aktivitas di dada dan tubuh bagian atas.
Intensitas perasaan berkorelasi dengan intensitas sensasi fisik dan mental. Emosi yang tak terproses dapat tersimpan di alam bawah sadar dan memengaruhi postur tubuh.
Ketegangan otot bisa muncul untuk mempertahankan postur yang aman atau menghindari perasaan tidak menyenangkan.
Penekanan emosi dikaitkan dengan penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh (penelitian 2019).
Mulailah dengan mengakui perasaan Anda. Bicara dengan profesional kesehatan mental jika Anda kesulitan mengidentifikasi perasaan tersebut. Atasi trauma masa lalu dengan merasakan kesedihan atas apa yang tak didapatkan, lalu modifikasi strategi adaptif yang telah dikembangkan.
Coba “shadow work” untuk menjelajahi bagian diri yang tersembunyi karena rasa malu atau ketidakmampuan. Gerakan yang disengaja seperti tari, yoga, atau latihan pernapasan membantu melepaskan energi tersimpan.
Berlatih keheningan melalui meditasi atau duduk di alam dapat menyehatkan pikiran dan tubuh. Memahami dan melepaskan emosi terperangkap membutuhkan kesabaran dan mungkin bantuan profesional, tetapi langkah-langkah ini dapat membantu Anda menuju kehidupan yang lebih seimbang dan sehat.