Tingkat pengangguran di Indonesia terus menjadi perhatian serius. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2025 menunjukkan angka pengangguran terbuka mencapai 4,76 persen, meningkat dari 4,40 persen pada November 2024.
Situasi ini diperparah dengan fakta bahwa Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan pengangguran terbesar di Asia Tenggara pada kuartal pertama 2025, menurut data International Monetary Fund (IMF). Pertumbuhan angkatan kerja setiap tahunnya turut memperburuk kondisi ini.
Upah Buruh Rendah dan Fenomena Sarjana Jadi Buruh
Tidak hanya angka pengangguran yang memprihatinkan. Data BPS Februari 2025 menunjukkan rata-rata upah buruh hanya 3,09 juta rupiah per bulan.
Banyak buruh yang pendapatannya berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Lebih memprihatinkan lagi, banyak lulusan Strata 1 (S1) yang kini terpaksa bekerja sebagai buruh.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar tentang relevansi pendidikan tinggi dengan lapangan kerja. Banyak sarjana yang akhirnya bekerja di sektor informal, seperti sopir atau asisten rumah tangga (ART).
Imbas Perbedaan Permintaan dan Penawaran Lapangan Kerja
Tadjudin Noor Effendi, Pengamat Ketenagakerjaan UGM, menjelaskan fenomena tersebut. Menurutnya, ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan lapangan kerja menjadi penyebab utama.
Setiap tahun, sekitar 3 hingga 3,5 juta orang memasuki angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi 1 persen hanya mampu menciptakan sekitar 200 hingga 300 ribu lapangan kerja baru.
Dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen sekalipun, hanya sekitar 1,5 juta lapangan kerja yang tersedia. Artinya, jutaan pencari kerja tidak terserap oleh pasar kerja.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ijazah saja tidak lagi menjadi jaminan mendapatkan pekerjaan. Banyak perusahaan kini menuntut kualifikasi tambahan, seperti sertifikat keahlian atau pengalaman kerja tertentu.
Munculnya Pekerja Gig dan Tantangan di Masa Depan
Di tengah tantangan tersebut, sektor gig economy menawarkan peluang baru. Istilah “gig worker” semakin populer dan menjadi perbincangan di media sosial.
Keberadaan pekerja gig menunjukkan adanya pergeseran pola kerja dan tuntutan keterampilan baru. Ke depannya, adaptasi dan pengembangan keterampilan menjadi kunci untuk menghadapi persaingan di pasar kerja.
Bagaimana masyarakat merespon fenomena ini? Simak ulasan lengkapnya di program detikPagi, Senin-Jumat pukul 08.00-11.00 WIB di 20.detik.com, YouTube, dan TikTok detikcom.
Program ini juga membuka kesempatan bagi audiens untuk berinteraksi melalui live chat, berbagi cerita, hingga mengajukan pertanyaan.
Kesimpulannya, permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia masih kompleks dan membutuhkan solusi terpadu. Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan kerja, ditambah rendahnya upah buruh dan munculnya fenomena sarjana yang bekerja di sektor informal, menuntut perhatian serius dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Pergeseran ke sektor gig economy menawarkan peluang baru, namun juga menuntut adaptasi dan pengembangan keterampilan yang berkelanjutan.