Kontroversi mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjadi perdebatan hangat. Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, Penasihat Ahli Kapolri, mencurigai adanya aktor intelektual di balik penyebaran isu ini. Dugaan tersebut didasari atas keyakinan bahwa jumlah tersangka yang terlibat jauh lebih banyak dari yang telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Aryanto meyakini adanya sosok “tak terlihat” yang berperan penting dalam menyebarkan isu ijazah palsu Jokowi. Sosok ini diduga memiliki motif untuk menciptakan kekacauan di Indonesia. Tujuannya jelas: menciptakan ketidakstabilan politik dan sosial di negara ini. Pernyataan ini disampaikan Aryanto pada Selasa, 10 Juni 2025.
Menurut Aryanto, sosok di balik isu ini mungkin saja seseorang yang merasa kecewa, misalnya karena pernah dipecat dari pekerjaannya, partainya dibubarkan, atau mengalami kekalahan dalam kontestasi politik. Walaupun masih sebatas dugaan, ia yakin bukti-bukti akan menguatkan kecurigaannya di pengadilan nantinya.
Polda Metro Jaya berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini. Salah satu fokus utama adalah membuktikan keaslian ijazah Presiden Jokowi melalui proses investigasi yang melibatkan Bareskrim. Untuk menghindari keraguan, Aryanto menyarankan agar proses pembandingan dilakukan dengan lebih dari 100 sampel.
Dengan begitu, hasil pemeriksaan forensik tidak akan bisa dibantah. Tujuannya agar masyarakat tidak lagi terpengaruh oleh provokasi dan teori-teori menyesatkan yang beredar. Jika terbukti ijazah Jokowi asli, pihak-pihak yang menyebarkan tuduhan akan dijerat dengan hukum terkait fitnah dan provokasi.
Bukti digital atau jejak digital para penyebar isu akan menjadi kunci dalam proses hukum. Aryanto memprediksi jumlah tersangka akan jauh lebih banyak dari yang sudah dilaporkan. Polisi sedang bekerja keras mengumpulkan bukti, termasuk mengidentifikasi potensi tindak pidana seperti pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan provokasi.
Meskipun secara hukum dua alat bukti sudah cukup, persidangan akan membutuhkan ribuan bukti tambahan untuk memperkuat dakwaan. Aryanto berpendapat, perdebatan di media sosial dan media massa sudah menunjukkan indikasi tindak pidana. Jika ditemukan unsur pidana lain dari satu laporan, penyidik berwenang langsung menyelidikinya tanpa laporan baru.
Tanggapan Tim Kuasa Hukum Roy Suryo
Ahmad Khozinudin, kuasa hukum Roy Suryo, memberikan tanggapan kritis terhadap pernyataan Aryanto. Ia menilai pernyataan tersebut melanggar prinsip praduga tak bersalah dan dapat menimbulkan ketakutan di masyarakat. Pernyataan mengenai banyaknya tersangka dinilai menciptakan teror psikologis dan membatasi ruang publik untuk berekspresi.
Khozinudin menekankan bahwa pasal ujaran kebencian dalam UU ITE tidak digunakan dalam laporan pihak Jokowi. Ia meminta semua pihak untuk fokus pada pokok perkara, yaitu dugaan penghinaan terhadap presiden. Jangan memperluas opini ke hal-hal yang tidak relevan dengan inti permasalahan.
Analisis Lebih Dalam
Kasus ini menyoroti pentingnya verifikasi informasi dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi di era digital. Penyebaran informasi yang tidak terverifikasi dapat berdampak serius, baik bagi individu yang difitnah maupun stabilitas sosial-politik negara. Proses hukum yang transparan dan adil sangat diperlukan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak.
Perlu juga diperhatikan dampak psikologis dari penyebaran informasi palsu terhadap masyarakat. Kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan penegak hukum bisa tergerus jika isu-isu seperti ini tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Oleh karena itu, edukasi media digital dan literasi informasi sangat penting untuk mencegah hal serupa terjadi di masa mendatang.
Selain itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai motif dan jaringan yang terlibat dalam kasus ini. Apakah ada pihak-pihak tertentu yang secara sistematis berusaha untuk menggoyahkan stabilitas politik Indonesia? Investigasi yang menyeluruh dan independen diperlukan untuk mengungkap kebenaran dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Kesimpulan
Kasus dugaan ijazah palsu Jokowi ini menjadi contoh nyata bagaimana informasi yang tidak terverifikasi dapat memicu kontroversi dan bahkan mengancam stabilitas nasional. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Pentingnya literasi digital dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi juga harus terus digaungkan.
Ke depan, perlu adanya mekanisme yang lebih efektif dalam menanggapi dan menindaklanjuti penyebaran informasi palsu atau hoaks. Kerjasama antara pemerintah, penegak hukum, dan media massa sangat krusial untuk menciptakan lingkungan informasi yang sehat dan bertanggung jawab. Harapannya, kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih bijak dalam bermedia sosial dan mengonsumsi informasi.