Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat baru-baru ini menjatuhkan vonis terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Selain hukuman penjara, putusan hakim juga menetapkan perampasan aset bernilai fantastis milik Zarof untuk negara. Ini menjadi kasus korupsi yang menarik perhatian publik karena besarnya jumlah aset yang disita dan implikasinya terhadap transparansi peradilan.
Aset yang dirampas tersebut terdiri dari uang tunai senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram. Besarnya jumlah ini menunjukkan skala korupsi yang dilakukan Zarof selama bertugas di Mahkamah Agung.
Aset Fantastis Zarof Ricar Dirampas Negara
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah resmi memutuskan perampasan aset milik Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, untuk negara. Aset tersebut meliputi uang tunai senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram. Keputusan ini diambil setelah majelis hakim menilai aset tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.
Ketua majelis hakim, Rosihan Juhriah Rangkuti, menyatakan tidak ditemukan sumber penghasilan sah yang dapat menjelaskan kepemilikan aset tersebut bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Zarof Ricar juga gagal membuktikan asal-usul asetnya melalui mekanisme legal seperti warisan atau usaha.
Bukti Keterkaitan Aset dengan Kasus Korupsi
Selain ketidakmampuan Zarof dalam menjelaskan asal-usul kekayaannya, majelis hakim juga menemukan catatan yang menghubungkan aset tersebut dengan beberapa nomor perkara tertentu. Ini menjadi indikasi kuat bahwa aset tersebut merupakan hasil gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Catatan-catatan tersebut menunjukkan pola sistematis di mana Zarof menerima imbalan dari penanganan kasus tertentu. Hal ini menegaskan kesimpulan majelis hakim bahwa aset yang disita merupakan hasil dari tindak pidana korupsi.
Vonis Penjara dan Efek Jera
Selain perampasan aset, Zarof Ricar divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Dia terbukti melakukan pemufakatan jahat untuk menyuap hakim dan menerima gratifikasi.
Majelis hakim menekankan bahwa perampasan aset bertujuan untuk memberikan efek jera. Hal ini penting untuk mencegah terulangnya tindakan korupsi dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Membiarkan koruptor menikmati hasil kejahatannya dinilai dapat mengurangi efektivitas pencegahan korupsi.
Dalam kasus ini, Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo. Tujuannya adalah untuk memengaruhi putusan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi tahun 2024. Dia juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas 51 kilogram selama menjabat di MA (2012-2022).
Majelis hakim menilai perbuatan Zarof Ricar telah mencederai nama baik dan menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Perbuatannya juga dianggap sangat serakah.
Kasus Zarof Ricar menjadi pengingat penting betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Perampasan aset ini sekaligus menjadi langkah tegas dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Semoga kasus ini dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.