Ribuan orang dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pelalawan (AMMP) berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau pada Rabu, 18 Juni 2025, pukul 10.00 WIB. Mereka menolak relokasi paksa dari lahan pertanian yang telah mereka garap selama bertahun-tahun di Toro Jaya dan Bukit Horas.
Aksi ini melibatkan sekitar 7.000 peserta, terdiri dari mahasiswa dan warga setempat. Dalam surat pemberitahuan aksi bernomor 002/AMMP/VI/2025, Koordinator Umum Wandri Saputra Simbolon menegaskan penolakan terhadap relokasi dan tekad untuk bertahan di lahan tersebut.
Keberatan warga muncul setelah operasi penyitaan lahan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di kawasan konsesi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) pada 10 Juni 2025. Sekitar 81.000 hektare lahan disita, termasuk kebun sawit warga yang telah digarap selama bertahun-tahun.
Tuntutan AMMP dan Ancaman Pendudukan
AMMP menuntut Gubernur Riau, Kapolda Riau, Bupati Pelalawan, dan Kapolres memfasilitasi pertemuan mereka dengan Presiden Prabowo Subianto atau komisi terkait di DPR RI. Mereka bahkan mendesak agar diberi akses dialog langsung di Istana Negara dalam waktu 7×24 jam.
Jika tuntutan tidak dipenuhi, AMMP mengancam akan menduduki Kantor Gubernur Riau hingga aspirasi mereka dipenuhi. Ancaman ini diperkuat dengan beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan truk pengangkut massa menuju Pekanbaru.
Kronologi dan Latar Belakang Konflik
Konflik bermula dari operasi Satgas PKH di TNTN yang menyita lahan warga. Satgas hanya memberi waktu tiga bulan bagi warga untuk mengambil hasil panen, itu pun hanya jika tanaman ditanam sebelum 2015. Tanaman yang ditanam setelah 2015 dianggap sebagai perambahan hutan.
Akibatnya, banyak pemilik modal atau ‘toke sawit’ meninggalkan lahan mereka. Warga lokal kini berjuang mempertahankan lahan mereka yang relatif kecil, berkisar 10-15 hektare. Mereka merasa ditinggalkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya memiliki modal dan pengaruh lebih besar.
Selain soal penggusuran, AMMP juga mempertanyakan keberadaan pabrik kelapa sawit (PKS) milik beberapa perusahaan besar yang beroperasi di dalam kawasan TNTN. Mereka menduga ada kelalaian pemerintah daerah dalam penerbitan izin usaha di kawasan hutan.
Ketidakjelasan Batas Wilayah dan Dugaan Jual Beli Lahan
Ketidakjelasan batas wilayah TNTN juga menjadi masalah. Di beberapa wilayah, seperti Simpang Basrah Km 72-95, ada perbedaan penentuan kawasan taman nasional. Hal ini menimbulkan kerancuan dan potensi konflik.
Muncul pula dugaan jual beli lahan di kawasan TNTN yang melibatkan pejabat desa. Namun, Batin Pelabi Desa Gondai dan Kepala Desa Pangkalan Gondai membantah keras tudingan tersebut.
Meskipun demikian, surat ukur lahan seluas 35 hektare yang beredar, bertanggal 28 Maret 2023 dan ditandatangani oleh juru ukur serta pejabat desa, menjadi bukti adanya transaksi lahan yang perlu diselidiki lebih lanjut.
Dampak Aksi dan Perluanya Penyelesaian yang Adil
Aksi AMMP berdampak pada lumpuhnya Jalan Sudirman, kawasan Kantor Gubernur Riau. Bupati Pelalawan, Zukri, menemui para pengunjuk rasa untuk mencari solusi. Peristiwa ini menunjukkan betapa krusialnya isu ini dan perlunya penyelesaian yang adil dan transparan.
Kejadian ini menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan dalam kasus sengketa lahan. Pemerintah perlu menjamin hak-hak masyarakat adat dan memastikan tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses penerbitan izin dan pengelolaan kawasan hutan.
Perlu adanya investigasi menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran dalam penerbitan izin perusahaan sawit di kawasan TNTN dan dugaan jual beli lahan. Transparansi dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam menyelesaikan konflik ini.
Penyelesaian konflik ini memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Diperlukan dialog yang konstruktif untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Reporter: (Nama Reporter)
Editor: (Nama Editor)