Konflik antara Iran dan Israel kembali memanaskan situasi geopolitik global. Ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran mencuat setelah serangan Amerika Serikat ke situs nuklir Iran, meskipun gencatan senjata telah disepakati kedua negara yang bertikai. Penutupan jalur pelayaran vital ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian global, khususnya sektor energi.
Indonesia, sebagai negara yang turut bergantung pada stabilitas pasokan energi global, tentu merasakan dampaknya. Kementerian Perindustrian pun telah mengeluarkan pernyataan terkait potensi dampak negatif tersebut terhadap kinerja industri dalam negeri.
Dampak Penutupan Selat Hormuz terhadap Industri Manufaktur Indonesia
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menyatakan bahwa penutupan Selat Hormuz akan menyebabkan kenaikan harga minyak dan gas dunia. Hal ini berdampak negatif terhadap kinerja industri manufaktur di Indonesia.
Kenaikan harga gas akan menurunkan kinerja manufaktur, yang diukur melalui Purchasing Managers Index (PMI) dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI). Terdapat korelasi negatif antara harga energi, terutama gas, dengan IKI dan PMI.
Febri menjelaskan, jika harga gas dunia naik, maka PMI dan IKI akan turun. Sebaliknya, penurunan harga gas akan meningkatkan PMI dan IKI. Ini menunjukkan ketergantungan industri manufaktur Indonesia terhadap harga energi global.
Potensi Kerugian Iran dan Tekanan Internasional
Ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran berpotensi menjadi bumerang. Langkah tersebut dapat membuat Iran dijauhi oleh negara-negara tetangga dan mitra dagangnya.
Meskipun keputusan akhir ada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran, tekanan internasional untuk mencegah penutupan semakin kuat. Amerika Serikat bahkan meminta bantuan China untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Kemungkinan penutupan Selat Hormuz dinilai masih kecil oleh beberapa analis. Vandana Hari dari Vanda Insights berpendapat, Iran berisiko dimusuhi negara-negara penghasil minyak lainnya dan memicu konflik baru.
Jumlah Ekspor Minyak melalui Selat Hormuz
Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran yang sangat penting bagi ekspor minyak mentah dan produk minyak. Banyak negara Timur Tengah yang sangat bergantung pada jalur ini.
Pada tahun 2024, Arab Saudi mengekspor 5,5 juta barel minyak per hari melalui Selat Hormuz. Uni Emirat Arab mengekspor 1,9 juta barel, Irak 3,2 juta barel, Kuwait 1,3 juta barel, dan Qatar 0,6 juta barel per hari.
Angka-angka ini menunjukkan betapa krusialnya Selat Hormuz bagi perekonomian negara-negara di kawasan tersebut dan dampak luasnya terhadap pasar energi global jika jalur tersebut ditutup.
Situasi geopolitik yang kompleks ini menuntut kewaspadaan dan strategi mitigasi risiko dari berbagai pihak. Stabilitas Selat Hormuz sangat penting bagi stabilitas ekonomi global, terutama sektor energi. Dampak dari penutupan jalur tersebut akan sangat luas dan berdampak terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
Ketidakpastian terkait konflik Iran-Israel dan potensi penutupan Selat Hormuz tetap menjadi perhatian utama bagi Indonesia dan negara-negara lain yang bergantung pada pasokan energi dari kawasan tersebut. Monitoring situasi dan kerjasama internasional menjadi kunci untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi.