Sebuah video viral di media sosial memperlihatkan seorang sopir ambulans mengantar jenazah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ditemani dua ODGJ lainnya. Sopir mengaku tersesat dan mengandalkan arahan dari kedua ODGJ tersebut.
Kejadian ini menimbulkan beragam reaksi dari warganet. Banyak yang mempertanyakan etika dan prosedur pengangkutan jenazah dalam situasi tersebut.
Sopir Ambulans Tersesat, Dua ODGJ Ikut Mengantar Jenazah Teman Mereka
Video tersebut menunjukkan sopir ambulans yang tampak kebingungan saat mengendarai ambulans berisi jenazah dan dua ODGJ lainnya. Ia menjelaskan kesulitannya menemukan jalan karena arahan yang diberikan oleh kedua ODGJ tersebut tidak jelas.
Keberadaan dua ODGJ yang ikut dalam ambulans menjadi sorotan. Mereka diduga merupakan teman dari jenazah ODGJ yang diantar.
Peristiwa ini terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Identitas sopir dan rumah sakit yang terkait telah terungkap ke publik.
Klarifikasi Sopir dan Reaksi Pihak Rumah Sakit
Setelah videonya viral, sopir ambulans bernama Entong memberikan klarifikasi. Ia menegaskan tidak bermaksud menyudutkan siapapun dan membuat video tersebut hanya untuk mengisi waktu luang saat menunggu.
Entong meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan. Ia menekankan tidak ada niat buruk di balik pembuatan video tersebut.
Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi di Makassar mengambil tindakan tegas. Mereka memutuskan untuk memutus kerja sama dengan Entong.
RSKD Dadi juga akan mengevaluasi kerjasama dengan vendor ambulans dan mempertimbangkan penambahan klausul larangan pembuatan konten dalam kontrak kerja. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Dampak dan Pelajaran dari Kejadian Viral
Kejadian ini menyoroti pentingnya pelatihan dan standar operasional prosedur yang ketat bagi petugas ambulans. Hal ini guna memastikan pengangkutan jenazah dilakukan secara profesional dan menghormati privasi.
Peristiwa ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya penggunaan media sosial secara bertanggung jawab. Pembuatan konten perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap individu dan citra institusi.
Kejadian ini diharapkan mendorong peningkatan pengawasan dan evaluasi dalam sistem pengangkutan jenazah, khususnya untuk kasus-kasus yang melibatkan pasien ODGJ.
Insiden ini menjadi pengingat betapa pentingnya komunikasi yang efektif dan pelatihan yang memadai bagi para petugas ambulans dalam menangani situasi yang kompleks dan sensitif, khususnya yang melibatkan kelompok rentan seperti ODGJ. Semoga kejadian ini menjadi momentum perbaikan sistem dan peningkatan profesionalisme.