Mina, lembah suci di Arab Saudi, menjadi saksi bisu jutaan umat muslim dari seluruh dunia yang berkumpul untuk melaksanakan ibadah lempar jumrah. Puncak ibadah haji ini menandai fase penting bagi jemaah yang memilih Nafar Awal.
Pada tanggal 8 Juni 2025 (12 Zulhijah 1446 H), sejak dini hari, jemaah haji telah memadati kawasan Jamarat. Mereka dengan khusyuk melontarkan tujuh batu kerikil ke tiga tiang yang melambangkan setan: Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah.
Lempar Jumrah: Simbol Perjuangan Melawan Nafsu
Ritus lempar jumrah ini melambangkan perjuangan spiritual melawan godaan syaitan (nafsu jahat) dalam kehidupan. Dengan setiap lemparan, jemaah memohon perlindungan dan kekuatan dari Allah SWT untuk melawan hawa nafsu dan selalu berada di jalan yang benar.
Tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad, menjadi bagian tak terpisahkan dari ibadah haji. Setiap batu kerikil yang dilempar mengandung makna doa dan harapan agar terhindar dari kejahatan dan mendapatkan ampunan Allah.
Nafar Awal dan Nafar Tsani: Dua Pilihan Waktu Meninggalkan Mina
Jemaah haji memiliki dua pilihan waktu untuk meninggalkan Mina: Nafar Awal dan Nafar Tsani. Nafar Awal dilakukan sebelum matahari terbenam pada tanggal 12 Zulhijah, sedangkan Nafar Tsani dilakukan setelah matahari terbenam pada tanggal 13 Zulhijah.
Pilihan Nafar Awal umumnya dipilih jemaah yang ingin segera menyelesaikan rangkaian ibadah haji dan kembali ke tanah air. Sementara, Nafar Tsani memberikan kesempatan lebih lama untuk beribadah dan berdoa di Mina.
Menghayati Makna Nafar Awal
Bagi mereka yang memilih Nafar Awal, lempar jumrah terakhir menjadi momen yang sangat khusyuk dan mengharukan. Banyak jemaah yang mencurahkan seluruh isi hati mereka dalam doa dan munajat kepada Allah.
Mereka memanjatkan doa-doa untuk keluarga, kerabat, bangsa dan negara, serta memohon agar amal ibadah haji mereka diterima Allah SWT. Momen ini sarat dengan rasa syukur dan haru.
Setelah Lempar Jumrah: Menuju Rangkaian Ibadah Akhir
Setelah menyelesaikan lempar jumrah dan meninggalkan Mina, jemaah haji melanjutkan perjalanan ke Masjidil Haram di Makkah. Di sana, mereka melaksanakan Tawaf Ifadah (tawaf wada’) dan Sa’i (berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah).
Setelah Tawaf Ifadah dan Sa’i, jemaah melakukan Tahallul, yaitu mencukur atau menggunting rambut, yang menandai berakhirnya ibadah haji. Dengan demikian, semua rangkaian ibadah haji telah tuntas dan para jemaah dapat kembali ke tanah air dengan penuh suka cita.
Kisah Haru Jemaah Haji
Banyak kisah haru yang terjadi selama pelaksanaan lempar jumrah. Ada yang berurai air mata memohon ampunan, ada pula yang memanjatkan doa untuk kelancaran rezeki dan keberkahan hidup. Semua itu mencerminkan keimanan dan keikhlasan mereka dalam menjalankan ibadah haji.
Salah satu contohnya adalah Dasuni bin Nakib Carmadi dari Indramayu yang berdoa khusyuk bersama ibunya. Kisah serupa juga dialami oleh pasangan Gufron dan Siti Farihah dari Cirebon yang merasa sangat bahagia telah menyelesaikan lempar jumrah.
Kisah Gunawan, seorang jemaah yang menempuh perjalanan 7 km dari Muzdalifah ke Mina, juga menunjukkan kegigihan dan keikhlasannya dalam menjalankan ibadah. Meskipun sempat mengalami kesulitan transportasi, ia tetap bersyukur dan menikmati setiap proses ibadah haji.
Kesimpulan
Lempar Jumrah di Mina merupakan puncak dari rangkaian ibadah haji yang penuh makna. Ia menjadi simbol perjuangan spiritual melawan nafsu dan memohon ampunan Allah. Kisah-kisah haru jemaah haji menunjukkan keimanan dan keikhlasan mereka dalam menunaikan rukun Islam kelima ini. Semoga ibadah haji mereka diterima oleh Allah SWT.
Semoga informasi tambahan ini menambah wawasan dan pemahaman kita tentang pelaksanaan lempar jumrah dan makna di baliknya. Semoga kita semua diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji dengan sempurna.
Penulis: Gita Esa Hafitri