Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatat surplus, namun angkanya mengalami penurunan signifikan menjadi 0,16 miliar dolar AS. Ini merupakan angka terendah dalam 60 bulan terakhir, meskipun Indonesia masih membukukan surplus selama periode tersebut sejak Mei 2020. Penurunan ini memicu pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berbagai faktor internal dan eksternal berkontribusi terhadap penurunan surplus neraca perdagangan. Pemerintah Indonesia tengah berupaya menganalisis dan mengatasi tantangan ini demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dampak Kebijakan Global terhadap Neraca Perdagangan Indonesia
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menunjuk kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai salah satu penyebab penurunan surplus. Kebijakan ini tak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga negara-negara ASEAN lainnya.
Banyak eksportir di ASEAN, termasuk Indonesia, masih menunggu kejelasan terkait kebijakan tarif AS. Negosiasi masih berlangsung untuk menentukan tarif akhir yang akan diberlakukan.
Ketidakpastian akibat kebijakan tersebut membuat eksportir cenderung menahan diri, sehingga volume ekspor terdampak. Hal ini menjadi salah satu faktor utama penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia.
Faktor Musiman dan Libur Lebaran
Selain faktor eksternal, periode Maret dan April juga mengalami penurunan aktivitas ekspor karena bertepatan dengan libur Lebaran. Banyak perusahaan yang meliburkan pengiriman barang selama periode tersebut.
Penurunan aktivitas ekspor ini teramati tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Hal ini memperkuat argumentasi bahwa faktor musiman juga berpengaruh terhadap angka neraca perdagangan.
Proyeksi dan Upaya Pemerintah
Mendag Budi Santoso optimistis bahwa neraca perdagangan Indonesia akan kembali meningkat pada Mei dan Juni 2025. Optimisme ini didasarkan pada pertemuan dengan perwakilan Amerika Serikat dalam pertemuan APEC.
Pertemuan tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian terkait kebijakan tarif AS, sehingga eksportir dapat kembali meningkatkan aktivitasnya. Pemerintah juga terus memantau dan melakukan langkah-langkah untuk mendukung sektor ekspor.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa surplus pada April 2025 masih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar 1,51 miliar dolar AS. Komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani atau nabati, serta besi dan baja.
Meskipun komoditas nonmigas masih menopang surplus, defisit pada komoditas migas sebesar 1,35 miliar dolar AS tetap menjadi perhatian. Hasil minyak dan minyak mentah menjadi penyumbang utama defisit migas.
Secara kumulatif, Januari hingga April 2025, neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus sebesar 11,07 miliar dolar AS. Surplus ini didorong oleh surplus komoditas nonmigas (17,26 miliar dolar AS), meskipun defisit migas (6,19 miliar dolar AS) masih signifikan.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, memaparkan data tersebut. Pemerintah akan terus memantau perkembangan neraca perdagangan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Secara keseluruhan, penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Meskipun terdapat tantangan, pemerintah tetap optimistis dan berupaya menjaga stabilitas ekonomi dengan berbagai strategi dan kerjasama internasional.