Pasar otomotif global menghadapi guncangan akibat ketidakstabilan ekonomi sejak tahun 2024. Kondisi ini memaksa pabrikan otomotif untuk melakukan strategi adaptasi yang agresif.
Salah satu negara yang menunjukkan agresivitas tinggi dalam mempertahankan dan membangun kembali industri otomotifnya adalah Thailand. Meskipun beberapa pabrikan telah meninggalkan Thailand, negara tersebut secara aktif melakukan pendekatan kepada prinsipal otomotif utama, terutama dari Jepang.
Strategi Agresif Thailand
Menurut Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, Thailand menunjukkan upaya yang luar biasa dalam menarik investasi. Mereka secara aktif menghadiri seminar dan pertemuan langsung dengan pabrikan di Jepang dan Korea Selatan.
Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari strategi Thailand untuk mengevaluasi dan membangun kembali industri otomotifnya yang terdampak oleh hengkangnya beberapa pabrikan besar. Ini menjadi contoh bagaimana negara-negara ASEAN bersaing ketat dalam menarik investasi di sektor otomotif.
Kehilangan Momentum
Keberhasilan Thailand dalam melakukan pendekatan kepada prinsipal otomotif menjadi perhatian serius bagi Indonesia. Indonesia, meskipun masih menjadi pemimpin pasar otomotif ASEAN, harus waspada dan lebih proaktif dalam membangun hubungan strategis dengan prinsipal otomotif global.
Jika Indonesia tidak segera mengambil langkah-langkah strategis, bukan tidak mungkin akan mengalami situasi serupa dengan Thailand di masa depan. Kecepatan dan efektivitas dalam membangun hubungan dengan prinsipal otomotif sangat krusial dalam mempertahankan posisi Indonesia di pasar regional.
Ancaman dan Peluang bagi Indonesia
Penurunan penjualan mobil di Indonesia, meskipun masih memimpin di ASEAN, menunjukkan adanya tantangan. Penjualan yang turun hanya 865.723 unit pada tahun lalu dibandingkan dengan angka penjualan Thailand yang mencapai 1 juta unit di tahun-tahun sebelumnya, menunjukkan potensi penurunan pangsa pasar.
Peristiwa Subaru yang menutup pabriknya di Thailand pada Desember 2024 dan pengumuman penutupan pabrik Suzuki pada akhir 2025 menunjukkan risiko yang dihadapi oleh negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Ini sekaligus menjadi pelajaran berharga dalam menghadapi persaingan global di industri otomotif.
Perlunya Strategi Jangka Panjang
Indonesia perlu mempertimbangkan strategi jangka panjang yang lebih komprehensif. Ini tidak hanya mencakup menarik investasi asing, tetapi juga mengembangkan industri pendukung, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Penting bagi Indonesia untuk tidak hanya fokus pada kuantitas penjualan, tetapi juga pada kualitas dan inovasi. Pengembangan kendaraan listrik dan teknologi otomotif lainnya dapat menjadi strategi kunci untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga perlu mempertimbangkan kebijakan fiskal dan non-fiskal yang mendukung pengembangan industri otomotif dalam negeri. Hal ini termasuk memberikan insentif yang kompetitif bagi investor dan mendorong penggunaan komponen lokal.
Kesimpulannya, agresivitas Thailand dalam menarik prinsipal otomotif menjadi alarm bagi Indonesia. Indonesia perlu lebih proaktif, inovatif, dan strategis dalam mempertahankan posisinya di pasar otomotif ASEAN dan global. Suksesnya Indonesia dalam industri otomotif tidak hanya bergantung pada penjualan mobil, namun juga pada daya saing dan ketahanan industri dalam menghadapi perubahan global.
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan:
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya dan mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar otomotif ASEAN.