Industri pinjaman online (pinjol) atau fintech lending di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan terkini yang menarik terkait pembiayaan yang disalurkan oleh sektor ini, khususnya pada sektor produktif dan UMKM.
Data terbaru menunjukkan tren positif, namun juga tantangan yang perlu diatasi oleh para pelaku industri ini dalam menjaga stabilitas dan kepatuhan regulasi.
Pertumbuhan Fintech Lending dan Arah Pembiayaannya
Per April 2025, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga pinjaman daring (pindar) atau fintech lending mencapai angka Rp80,94 triliun. Angka ini menandai pertumbuhan 29,01 persen secara tahunan (yoy).
Dari total tersebut, Rp28,63 triliun atau 35,38 persen dialirkan ke sektor produktif dan UMKM. Hal ini menunjukkan kontribusi signifikan dari pinjol dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di segmen tersebut.
Sebagian besar penyelenggara pindar menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif dan konsumtif, sesuai dengan jenis produk yang ditawarkan. Ini menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi pinjol terhadap berbagai kebutuhan masyarakat.
Peran Perbankan dalam Mendukung Fintech Lending
Perbankan tetap memiliki peran penting dalam ekosistem fintech lending, meskipun terjadi koreksi pada kredit mikro bank. Hal ini terutama terlihat dalam dukungan perbankan terhadap penyaluran dana ke segmen mikro.
Sinergi antara perbankan dan pinjol terus didorong melalui pola pembiayaan tidak langsung, misalnya *channeling*. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan jangkauan layanan keuangan.
Pentingnya manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian dalam pemberian pembiayaan juga ditekankan. Ini menjadi kunci keberhasilan dan keberlanjutan industri pinjol.
Regulasi dan Kewajiban Ekuitas Fintech Lending
OJK mencatat bahwa terdapat 15 dari 96 penyelenggara pindar yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar per April 2025. Empat di antaranya tengah dalam proses pengajuan peningkatan modal.
Terkait dengan kewajiban ekuitas minimum yang baru, yakni Rp12,5 miliar efektif 4 Juli 2025, OJK telah melakukan sejumlah langkah pengawasan.
OJK telah mengirimkan surat kepada seluruh penyelenggara pinjol untuk memenuhi kewajiban tersebut. Pihaknya juga meminta *action plan* dan *timeline* pemenuhan ekuitas minimum dari penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan.
OJK melakukan pemantauan secara berkala terhadap penambahan modal dari pemegang saham, baik lokal maupun asing. Hingga saat ini belum ada penyelenggara pinjol yang mengajukan pengembalian izin usaha atau merger/akuisisi karena masalah ekuitas minimum.
Pemantauan ketat ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap industri pinjol di Indonesia. Kepatuhan terhadap regulasi menjadi kunci keberlanjutan sektor ini.
Secara keseluruhan, industri fintech lending di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang positif, dengan kontribusi signifikan pada pembiayaan sektor produktif dan UMKM. Namun, kepatuhan terhadap regulasi, terutama terkait kewajiban ekuitas minimum, menjadi hal krusial yang perlu dipantau dan dipenuhi oleh para pelaku industri. Kolaborasi antara OJK, perbankan, dan penyelenggara pinjol akan sangat menentukan keberlanjutan dan perkembangan yang sehat dari industri ini.