Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menghadapi tantangan serius dalam penegakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Banyak kasus kekerasan terhadap anak, termasuk perkawinan anak, yang seharusnya ditangani secara hukum justru diselesaikan melalui mediasi. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya aparat penegak hukum yang enggan menerapkan UU TPKS. Kondisi ini menghambat upaya pemerintah daerah untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
Rendahnya penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual anak di Lombok Timur menimbulkan kekhawatiran. Meskipun berbagai regulasi telah diterbitkan, permasalahan tetap berlanjut. Keengganan aparat penegak hukum untuk menerapkan UU TPKS menjadi kendala utama.
Keengganan Aparat Penegak Hukum Menerapkan UU TPKS
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lombok Timur, Ahmat, mengungkapkan keprihatinannya. Menurutnya, banyak kasus, termasuk perkawinan anak, yang berakhir dengan mediasi karena kurangnya bukti dan saksi menurut aparat penegak hukum.
Ahmat menambahkan bahwa pelaporan korban sendiri seharusnya sudah cukup untuk memproses kasus kekerasan seksual. Ia mencontohkan betapa mudahnya kasus pencurian ayam diproses secara hukum, namun kasus kekerasan seksual pada anak sering diabaikan. Hal ini menunjukkan adanya disparitas dalam penegakan hukum.
Upaya Pemkab Lombok Timur Atasi Perkawinan Anak
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur telah berupaya keras mengatasi masalah perkawinan anak. Komitmen ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi dan kebijakan yang tegas. Pada tahun 2021, Bupati Lombok Timur menginstruksikan seluruh camat dan kepala desa untuk membuat peraturan desa tentang perkawinan anak.
Selain peraturan desa, terdapat Peraturan Bupati (Perbup) Lombok Timur Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perkawinan Anak. Terdapat pula Peraturan Daerah (Perda) tingkat provinsi yang mengatur penundaan usia perkawinan. Semua upaya ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari perkawinan dini.
Edukasi dan Sosialisasi sebagai Solusi Jangka Panjang
Pemkab Lombok Timur gencar melakukan edukasi dan sosialisasi kepada pelajar untuk mencegah perkawinan anak. Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya perkawinan dini. Kampanye edukasi ini diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat dan mengurangi angka perkawinan anak.
Selain itu, dua kampus di Lombok Timur telah menerima korban perkawinan anak untuk melanjutkan pendidikan. Langkah ini memberikan kesempatan bagi para korban untuk memperbaiki masa depan mereka. Dukungan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya pemulihan dan perlindungan korban kekerasan seksual.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih dibutuhkan peningkatan kesadaran dan komitmen dari seluruh pihak, termasuk aparat penegak hukum. Penegakan UU TPKS secara konsisten sangat penting untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual dan perkawinan anak. Melalui kerja sama yang solid antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, diharapkan permasalahan ini dapat segera teratasi. Perlu adanya peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam memahami dan menerapkan UU TPKS agar kasus-kasus kekerasan seksual pada anak dapat diproses secara hukum dan keadilan dapat ditegakkan.